Thursday, February 25, 2010

28 Tahun ASISI "Memanusiakan" 8.170 orang

Dengan mengucap syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa, Drs. Anselmus Robertus Mecer (AR Mecer), pendiri dan Ketua Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih, memotong kue ulang tahun pada puncak perayaan Pesta Perak SMA St.Fransiskus Asisi dan Reuni Perdana SMP-SMA Asisi (4/10).

Selama seminggu, SMA/SMA Santo Fransiskus Asisi yang bernaung di bawah Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih diliburkan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh siswa, karyawan dan alumni berkumpul bersama merayakan seluruh pencapaian SMP yang sudah berumur 28 tahun dan SMA berusia 25 tahun pada tahun 2009. Sejak didirikan tahun 1981, SMP Santo Fransiskus Asisi telah "memanusiakan" 4.636 siswa (tamat 3.500 orang) dan 3.634 siswa SMA Santo Fransiskus Asisi (tamat 2.441). Pencapaian ini pantas disyukuri karena Persekolahan Asisi merupakan satu-satunya persekolahan yang dikelola awam Katolik dan Dayak yang mampu bertahan, berkembang dan bermutu di Kota Pontianak.

Untuk memeriahkan pesta tersebut, diadakan pertandingan basket (putra-putri) dan volley (putra-putri) antara SMA swasta dan negeri di kota Pontianak. Selain olah raga, diadakan seminar, pameran, misa syukur, reuni, malam amal, hiburan dan pentas seni serta malam puncak acara pesta perak dan pembagian hadiah. "Kegiatannya merupakan gabungan antara jasmani dan rohani. Yang rohani berupa misa dan seminar. Sedangkan yang jasmani berupa aneka perlombaan, kesenian dan pameran,"jelas Drs. Hermanus Abeh, Ketua Panitia.

Seminar bertemakan "Asisi selayang pandang; Asisi di mata Alumni dan Refleksi 25 tahun SMA Santo Fransiskus Asisi" dengan narasumber Pastor Robini OP (alumni) dan mantan kepala sekolah, yakni Stevanus Buan, Alfonsus, Maran MA, Oktavianus Kamusi.

Asisi, Sumbangan Intelektual Dayak untuk Pendidikan

Lahirnya Persekolahan Asisi dimulai dari keprihatinan sejumlah pemuda Dayak yang menjadi guru di sekolah-sekolah misi di Pontianak tentang ketidakberdayaan, ketertinggalan masyarakat Dayak dari kelompok lainnya di Kalbar. Dari serangkaian diskusi dan refleksi , akhirnya mereka berrkeyakinan bahwa sesungguhnya manusia Dayak adalah citra Allah, ciptaanNya yang paling sempurna dan memiliki potensi yang setara dengan manusia lainnya. "Saya waktu itu yakin bahwa orang Dayak lah yang harus menolong dirinya sendiri. Masyarakat Dayak harus bangun dan berjuang menuju masa depan yang lebih baik. Perjuangan pembebasan itu haruslah disandarkan kepada potensi yang orang Dayak miliki, yaitu semangat kolektivitas, keswadayaan dan kebudayaan yang kuat,"jelas AR. Mecer, pendiri Yayasan Pancur Kasih, tempat bernaungnya Persekolahan Asisi.

Tokoh-tokoh yang ikut pada diskusi awal pembentukan yayasan mewakili beberapa daerah. Mereka adalah A.R.Mecer (Menyumbung, Ketapang), Br. Dwin (Sanggau), Br. Yohanes, MTB (Lintang, Sanggau), Firmus Kaderi (Sejiram, Putussibau), Pasifikus Ahok (Sanggau), Herkulanus Yahya (Sejiram), Iman Khalis (Putussibau), Silvester Lawik (Putussibau), Maran Marcellinus Aseng (Kab. Pontianak), Marcus Alin (Lintang, Sanggau), Mgr. Hieronimus Bumbun, OFM. Cap (Belitang, Sanggau), Aloysius Milon Somak (Serengkah, Kab. Ketapang), Elmoswath (Pal 20, Landak), Pastor Heliodorus, OFM. Cap (Nyarumkop, Kab. Sambas), V. Sa’Anan (Pal 20, Landak), Agustinus Syaikun Riady (asal Ketapang), Thomas Lay (Sumsupm, Sebadu), J.C. Thambun Anyang (asal kab. Kapuas Hulu).

Selanjutnya, Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) yang semula digagas dengan nama Yayasan Pancur Kasih itu resmi didirikan, dengan 7 orang pengurus, yaitu A.R.Mecer (Ketua), Thomas Lay (Waka I), Agustinus Syaikun Riady (Waka II), Firmus Kaderi (Sekretaris I), Maran Marcellinus Aseng (Sekretaris II), P. Heliodorus, OFM. Cap (Bendahara I), Milon Somak (Bendahara II).

YKSPK bertujuan mewujudkan kemandirian dan menjawab segala persoalan yang dihadapi masyarakat maginal dan tertindas. Cita-cita besar tersebut ditegaskan melalui rumusan misi YKSPK "masyarakat "Dayak" mampu menentukan dan mengelola kehidupan politik, ekonomi, budaya dan sosial mereka secara mandiri dengan kompak dalam kerangka pengakuan, penghargaan dan perlindungan yang dijamin oleh Pancasila dan UUD 1945". Kata "Dayak" adalah simbol masyarakat yang termaginalkan dan tertindas

Pancur Kasih-Asisi
Kata ‘kasih’ berasal dari ajaran ‘cinta kasih’ yang menjadi ajaran dasar Kristiani, agama yang dianut sebagain besar masyarakat Dayak dan para pendirinya. Kata ‘Pancur’ diangkat dari kata pancuran. Pancuran adalah penghubung rembesan air yang dikumpulkan dan menjadi banyak. Gejala alam yang demikian itu dijadikan landasan filosofi gerakan ini. "Pancur Kasih merupakan gambaran dari keinginan untuk menampung dan menyatukan potensi-potensi masyarakat Dayak dan masyarakat yang termaginalkan dan tertindas lainnya, seberapapun kecilnya, berbagai nilai kebajikan itu dapat dikumpulkan satu sama lainnya, hingga menjadi aliran yang besar adanya, yang mampu memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak orang,"jelas Mecer yang pernah menjadi anggota DPRD Kalbar dan MPR-RI.

Untuk menolong kaum marjinal ini, maka yang utama harus dilakukan adalah membuat mereka pintar. Karrena itu pendidikan formal menjadi pilihan. Maka tahun 1981 didirikan SMP Santo Fransiskus Asisi. Karena belum ada gedung, belajar siang hari meminjam gedung SD Kanisius milik Yayasan Bruder MTB selama empat tahun. Angkatan pertama (1981-1982) menerima 167 murid.

Nama sekolah ini semula adalah SMP Pancur Kasih. Namun ketika mengurus ke pemerintah, diminta mengganti namanya. Yang terlintas di benak AR.Mecer Firmus Kaderi di hadapan pejabat itu adalah tokoh perintis penyebaran ajaran Katholik yang pertama di Indonesia yaitu Santo Fransiskus Xaverius. Tapi salah ucap menjadi Fransiskus Asisi. Maka jadilahnya namanya SMP St.Fransiskus Asisi. Santo Fransiskus Asisi adalah tokoh lingkungan hidup. Lambang matahari dan burung merpati yang melukiskan semangat kecintaan Santo Fransiskus Asisi terhadap lingkungan alam.

Sejak adanya SMP Asisi (dan SMA), kompleks persekolahan ini menjadi pusat aktivitas masyarakat Dayak, Tionghoa dan lainnya, khususnya dari kalangan kurang mampu. Ada asrama untuk menampung siswa dari pedalaman. Aktivitasnya terus berkembang, tidak hanya mengurusi pendidikan, tapi juga sosial, ekonomi, politik. “Misalnya, pernah papan lantai sekolah ini satu lokal habis membuat peti mati orang dari pedalaman yang meninggal di Pontianak,"kenang Maran Marcel, seorang pendiri YKSPK.

Tahun 1984 YKSPK mendirikan SMA Santo Fransiskus Asisi untuk menampung lulusan SMP Asisi. Selain dua sekolah ini, YKSPK juga menaungi dan memperjuangkan izin untuk sejumlah skeolah lainmenaungi sekolah lain di daerah. Ada 9 sekolah, yakni SMP St.Fransiskus Asisi Pontianak; SMA St. Fransiskus Asisi Pontianak; SMP Pancur Kasih di Saham, Pahauman; SMP Pancur Kasih di Pawis, Ngabang, Landak; SMP Pancur Kasih di Nangka, Menjalin; SMA St. Fransiskus Asisi di Bengkayang; SMP St.Fransiksus Asisi di Sungai Pinyuh; SMA Talino di Desa Korek, Sungai Ambawang dan SMP Pancur Kasih di Nyari’, Serimbu, Landak. Kini tinggalah SMP dan SMA Asisi di Siantan, Pontianak.

Langkah menuju kemandirian di bidang pendidikan menuntut jaminan ekonomi sebagai landasan yang penting untuk membuka peluang-peluang ekonomi dan sekaligus prinsip menabung bagi masyarakat. Karena itu, tahun 1987, YKSPK yang dipimpin oleh AR.Mecer mendirikan Credit Union Pancur Kasih (CUPK). Kini CUPK berkembang pesat dan menjadi CU terbesar di Indonesia sehingga menjadi tempat belajar orang dari seluruh dunia. Sampai 30 Juli 2009 CUPK memiliki 76.225 anggota dan aset Rp.675.052.969.454. Melalui gerakan ekonomi kerakyatan ini, Pancur Kasih ingin mengembalikan nilai-nilai kebersamaan (solidaritas), kemandirian, dan nilai keswadayaan yang pernah menjadi bagian utama dalam kehidupan sosial budaya orang Dayak pada khususnya, dan kelompok-kelompok masyarakat “terbuang” lainnya di mana pun berada.

Setelah CUPK, dari YKSPK lahir lembaga/unit lain, yakni Institut Dayakologi/Majalah KR, LBBT, BPR Panbank, KPD, Percetakan Mitra Kasih, PPSDAK, PPSHK, EAP, Dana Solidaritas, Solkes, Pentis/Beasiswa, PEK, AMA Kalbar, POR, Radio Rama dan Ruai TV.

Tantangan
Sejak 1981-2009 jumlah siswa SMP Asisi adalah 4.636 orang dan yang sudah tamat/alumni 3.500 orang. Sudah tujuh kepala sekolah (1881-1984 Drs Firmus Kaderi; 1985 Drs Albert Rupinus MA; 1985-1986 Drs.AR Mecer; 1986-1986-1993 Oktavianus Kamusi,SH; 1993-2005 Alfonsus,BA; 2005-2009 Adrianus, S.Si. Total guru dan karyawan SMPAsisi 132 orang.

SMA Asisi sejak dibuka tahun 1984 hingga 2009 sudah mendidik 3.634 siswa dan tamat/alumni 2.441 orang. Sudah 5 orang kepala sekolah, yakni tahun 1984-1988 Drs.Stevanus Buan, 1988-1991 Drs. Maran MA; 1991-1994 Oktavianus Kamusi,S.H.; 1994-2001 Drs.Hermanus Abeh dan 2001-2009 Drs.Y. Priyono Pasti.

"Maju terus Asisi. Soal mutu dan kualitas tamatan Asisi ini tak kalah dibandingan dengan sekolah favorit yang ada di Pontianak dan Kalbar ini. Ini terbukti sudah banyak para alumni Asisi menduduki berbagai posisi penting dalam berbagai dunia kerja dan kehidupan di masyarakat,"ujar Maria Lili, alumni SMA Asisi yang kini menjadi anggota DPRD Ketapang.

Dalam usianya ke-28 (SMP) dan 25 tahun (SMA), sejumlah tantangan dihadapi persekolahan ini. Menurut Oktavianus Kamusi, SH., guru SMP Asisi, salah satu yang agak menonjol adalah fisik sekolah yang kini cukup memprihatinkan. "Sejak berdirinya hingga saat ini keadaan gedung dan jumlah ruangnya masih seperti yang lalu, jika pun ada penambahan hanya beberapa sarana prasarana untuk memenuhi tuntutan dunia pendidikan agar tamatan Asisi mampu menyesuaikan diri dengan percepatan perubahan Iptek, dan perkembangan globalisasi,"papar Kamusi dalam seminar HUT Asisi. Padahal menurut Priyono Pasti, Kepala SMA Asisi, minat untuk belajar di persekolahan Asisi cukup tinggi bahkan tak tertampung karena ruang belajar yang terbatas.

Selain gedung menurut Kamusi yang perlu mendapat perhatian serius adalah sarana prasarana belum maksimal, tenaga pengajar yang memprihatinkan dari segi finansial, persaingan sekolah, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada sekolah swasta, krisis ekonomi, carut marutnya sistem pendidikan nasional, krisis moral generasi pelajar akibat kemajuan teknologi informasi.

Pastor Robini OP, narasumber seminar, menyoroti kondisi para pendidik di Asisi juga patut mendapat perhatian agar mereka lebih maksimal berkarya serta gedung. "Masak sudah puluhan tahun kerja tapi motornya masih butut? Kasihan kan gurunya. Kalau mau bersaing dengan sekolah swasta, Asisi harus punya gedung yang representatif,"ujar alumni SMP Asisi tahun 1985 ini. Pastor Robini mengharapkan agar Persekolahan Asisi menghasilkan lulusan yang mempunyai karakter, membentuk orang berjiwa wirausaha. Sekolah harus menjadi pusat pembelajaran.

Pastor Robin mengingatkan orang tua murid bahwa tanggung jawab utama pendidikan adalah siswa; bukan guru. "Untuk mendapatkan lulusan yang berkualitas, tanggung jawab orang tua sangat penting,"paparnya.

Tantangan terbesar insan Asisi adalah menyeimbangkan antara pendidikan intelektual dan emosional. "Kami dulu suasana belajarnya enak, penuh kekeluargaan, guru dan murid dekat. Dengan penuh ketiadaan tapi siswa dan guru kreatif. Semoga sekarang pun suasananya masih demikian,"harap Pastor Robini, harapan masyarakat semua tentunya.

Bravo Asisi, Selamat Ulang Tahun. Maju terus, perjuangan tanpa henti untuk terus menambah daftar orang-orang yang berhasil dicerdaskan.n


Edi v.Petebang, dari berbagai sumber.

No comments:

Post a Comment